Ach Yani el-Rusyd*
Pernah berdosa? Dosa besar seperti apakah yang pernah dilakukan secara ugal-ugalan? Pernah misuh bahkan memaki Tuhan? Pernah memperkosa orang sekampung? Membunuh penduduk se-kabupaten atau bertindak biadab pada orang tua-mertua dan para guru? Merampok hak-hak manusia seperti kebetulan punya jabatan, lalu ada kesempatan korupsi, buat program setelah terwujud sisanya masuk kantong? Maling uang ber-skala Internasional sampai pernah menghambur-hamburkan uang curian seluruh bank di dunia seperti di film-film? Setelah dosa itu dilakukan, pernahkah terketuk rasa sesal dan ingin kembali pada Dia yang Maha Pemaaf? Menangisi keterpurukan lika-liku kehidupan? Yang tak kalah penting, adakah keinginan untuk memperbaiki diri dan tidak akan pernah mengulangi dosa-dosa itu lagi?
Miris memang, ketika pelaku dosa harus mendengar ancaman neraka, digigit oleh naga, ular, ulat raksasa, kalajengking api dan segala jenis hewan bringas lainnya. Tubuhnya digergaji dengan besi tumpul raksasa oleh para malaikat sebagaimana komik lima ribuan di bus-bus lintas kota yang sering ugal-ugalan dalam mengemudi. Acap kali, tindakan menakut-nakuti jamaah, ibu-ibu pengajian dan kaum hijrahisme adalah ustadz-ustadz yang senangnya bikin nangis para audiens, membuat histeris, lalu, mengancam seolah-olah dia tangan kanan Tuhan pengganti tugas Malaikat Jibril yang sedang dikirim untuk menebar ketakutan kepada manusia. Sekalipun, hal ini tidak akan bermasalah bagi mereka yang sudah terketuk hatinya untuk kembali dan konsern beribadah-tunduk kepadaNya. Namun, ini sangat bermasalah-serius bagi mereka yang gampang terombang-ambing jiwanya sebab dosa-dosa dan bagi dia yang mudah berputus-asa. Jangan-jangan, penebar ketakutan itu kurang bacaan, baca kitabnya itu-itu saja, kerjaannya memang mengancam orang lain. Jangan-jangan ustadz-ustadz demikian tak kalah murahnya dengan komik-komik bergambar pendosa yang ada di neraka seharga lima ribuan? Jangan-jangan ya, ini bukan tuduhan bernuansa profokatif. Jika pembaca terganggu, boleh jadi kesukaannya memang mengadu-kambing-orangkan orang lain.
Waktunya masuk klub hiburan para pendosa. Tidak perlu sedih dengan hal yang sudah-sudah. Sudah saatnya menyeret diri berbahagia dengan jamuan yang di sampaikan oleh al-Syeikh Ibn 'athaillah dalam sebahagian aporisma yang beliau sebutkan:
معصية أورثت ذلا وافتقارا خير من طاعة أورثت عزا واستكبارا
"kemaksiatan yang menghantarkan ia pada rasa hina-dina, lebih baik daripada ketaatan yang menjadikan ia congkak dan merasa mulia".
Pada dasarnya, ketaatan itu baik dibandingkan dengan kemaksiatan yang hakikatnya buruk. Untaian kata beliau ini tidak kemudian hendak mengatakan bahwa maksiat berubah menjadi istimewa lalu, ketaatan sebagai perilaku buruk, tidak! Akan tetapi, poin yang hendak dituju adalah efek, akibat atau timbal balik dari suatu tindakan dan sikap kepada para hamba kepada Allah. Kebaikan yang mengantarkan pada keburukan menyebabkan pelaku menjadi buruk sementara, orang yang telah melakukan kemaksiatan, dari keburukan tersebut terketuk kemudian tersadar akan kesalahan sehingga menghantarkannya pada kebaikan semisal menyesali perbuatan dosa di masa lalu, bertaubat, tidak berlarut-larut melakukan kejahatan dan berikrar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan itu lagi, bersungguh-sungguh dalam beribadah dan perbuatan buruk di waktu silam justru menjadikannya senantiasa beristighfar serta berupaya meningkatkan kebaikan. Keburukan masa silam justru menjadikannya tawaddu', rendah hati dan tidak merendahkan yang lain. Berbeda dengan yang baru ngaji, bernilai kebaikan yang justru membuat keresahan, gampang menyalahkan, suka merendahkan juga meremehkan.
Tentu saja bagi seorang hamba, perbuatan yang paling baik adalah melaksanakan ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang seperti kemaksiatan. Oleh karenanya, ketaatan menjadi sangat istimewa apabila menjadikan seorang hamba, tetap sebagai hamba, merasa butuh, Hina dihadapanNya, tidak mendua dan tidak pernah berputus asa seolah-olah rahmatNya terbatas. Demikian, bermaksiat menjadi sangat buruk dan bejat manakala melakukan dosa dengan bangga, diceritakan kepada sesamanya sebagai prestasi gemilang, dibumbui kesombongan seakan-akan tidak seorang pun yang bisa melakukan dosa tersebut, baik setan dan iblis.
Adakah dosa yang melampaui setan dan iblis? Tentu ada lah. Misalnya, merekam video bugil-vulgarnya sendiri, bisa sama pasangan, menghardik Tuhan, mengaku Tuhan, memoles muka saleh-salehah ketika ketangkap basah-basahan dengan uang keringat rakyat, pura-pura dzikir, komat-kamit yang bikin mual sembari pegang tasbih dari uang rampokan tersebut. Tentunya, masih ada banyak variasi kehebatan manusia dalam berlaku dosa yang para setan sampai geleng-geleng kepala saking terpukau dengan kecerdasannya.
Salah satu petikan nasehat dari guru kami, kyai Ahmad Dhofir Zuhry, ketua Sekolah Tinggi Filsafat (STF) al-Farabi dan pendiri Pesantren Luhur Baitul Hikmah yang sempat disampaikan dalam beberapa ngaji adalah yang dapat dipahami seperti ini "mengenai dosa, bukan persoalan kecil atau besar kita melakukan kesalahan, tetapi kepada siapa kita berdosa".
*Penulis adalah santri dan filsuf dari Kalimantan Barat, Ia santri di Pesantren Bayt al-Hikmah Kepanjen Malang