• 23 Dec, 2024

Kekhawatiran bagi Para Pendosa (Dalam Perspektif Tasawuf)

Kekhawatiran bagi Para Pendosa (Dalam Perspektif Tasawuf)

Tentu saja, nesehat kali ini ditujukan kepada diri yang pribadi. Tidak untuk menggurui para pembaca yang budiman. Di mana kesadaran justru memungut ingatan masa lalu tentang kelalaian, kenakalan, kejahatan, egoisme, cengeng, kesombongan, nafsu ugal-ugalan, tindakan bejat, abai, kebiadaban dan anak-anak keburukan jenis lainnya yang tidak mungkin disebutkan semua. 

Berkebalikan dengan para kekasih Tuhan berperantara ucapan menenangkan, mensejahterakan, sikapnya lembut, pengetahuannya luas, pandangan dan pemikirannya segar, tindakannya mencerahkan, kredibilitasnya teruji serta segala jenis perilaku yang pernah dicontohkan oleh para Nabi dan bijak bestari.

Untaian kata mutiara dari syekh Ibn Athaillah kali ini cukup menggelisahkan, sejurus kemudian menikam pada seluk-beluk kesadaran terdalam. Bahwa sebelumnya pendosa disuguhkan hiburan, itu betul, namun kali ini justru kalimatnya sangat mengerikan.

نعمتان ماخرج موجود عنهما ولا بد لكل مكوَّن منهما نعمة الإيجاد ونعمة الإمداد

Terdapat dua nikmat yang senantiasa menyertai makhluk --terutama manusia-- berupa nikmat penciptaan dan pemenuhan kebutuhan dari Allah.

Pertama; nikmat penciptaan. Mulanya tidak ada, bukan apa-apa, lalu menjadi sebab dikehendaki oleh Allah dengan anugerah penciptaan berupa lahir-menetap di bumi. Dalam bahasa lain bisa disebut hadiah yang tidak pernah di minta namun tetap dikasih. 

Tanpa keringat upaya dan berlelah-lelah tiba-tiba, dianugerahi kepala, otak, mata, telinga badan, jantung, hati dan semua yang ada di organ tubuh. Bermodalkan pemberian pusaka ini, keinginan-keinginan bisa terpenuhi dengan mendayagunakan sebagaimana mestinya organ-organ tersebut berfungsi.

Lantas, hal ini mengantarkan pada koreksi pribadi sekedar muhasabah diri adalah "pernahkah mensyukuri nikmat penciptaan (ijad)? Berapa kali? Tiap hari? Bulan atau setahun sekali berterima kasih kapada Allah untuk sekedar bersyukur pencernaan diperlancar, jantung bergerak tanpa henti, nafas tetap normal? Atau bahkan tidak sama sekali? Atau, jangan-jangan tidak pernah disadari? 

Sementara, menyadari pemberian dengan bersyukur tidak sebagaimana ibadah shalat, puasa serta ibadah-ibadah lainnya, apabila tidak ditunaikan masih bisa diqadha' atau diganti pada waktu yang lain ketika mendapati penyesalan. Jadi, semasih waktu tetap berjalan, sementara kondisi tetap dalam kebodohan dan kelalaian atas pemberian, selama itu kesempatan akan terbuang terus-menerus.

Kedua; anugerah berupa jaminan terpenuhinya kebutuhan hidup baik di dunia juga akhirat. NikmatNya senantiasa terberi tak terputus-putus. Keberlangsungan jaminan dijaga, dirawat dan dikasih bahkan dimulai sejak berada dalam rahim. Misalnya, ibu yang menyalurkan oksigen dan nutrisi melalui plasenta atau ari-ari bayi yang menempel pada rahim. Sehingga, bayi yang tidak bisa kentut dan mencret, tidak bisa apa-apa, tetap Allah penuhi kebutuhannya, bisa makan melalui rahim dan bertahan hidup. Tidak hanya itu, setelah lahir ia dicukupkan hanya dengan nutrisi susu asi dari ibu. Tidak hanya sampai di situ, Kebahagiaan dari Allah berkelanjutan dari masa anak-anak, muda, dewasa dan lansia. Tentu saja anugerah ini juga sering terlalaikan dan terlupakan.

Ada sebilah tanya begini, apa mungkin terima kasih kepada zat yang Maha Pemberi sebegitu banyak anugerah itu mampu disyukuri sepenuhnya? Apa bisa? Berapa lama? Bagaimana yang terlupakan? Terlalaikan? Bukankah semakin lama justru kekhawatiran akan terus bertambah mengerikan? Seharusnya pertanyaan ini tidak muncul dan hitung-hitungan dengan Tuhan. Namun, jika upaya untuk mempertajam kesadaran, pertanyaan ini hanya sebagai ungkapan renungan kesadaran.

Segala yang diinginkan, diharapkan dan dicita-citakan disebut nikmat dengan kata lain memperoleh anugerah. Ada karunia yang secara bersamaan bermanfaat baik dunia dan akhirat seperti berilmu dan berperangai sebagaimana sepantas-layaknya bertindak kepada penduduk semesta. Ada juga anugerah yang justru berbahaya entah di dunia nyata, maya dan akhirat misalnya melakukan kejahatan. Hidupnya diliputi rasa takut, kekhawatiran, menjadi buronan serta menjadi musuh bagi banyak orang, kelak akan menyaksikan balasan dari kedurhakaan.

Ada lagi anugerah yang bisa dinikmati sekarang di dunia akan tetapi, berbahaya di hari kembali yang telah dijanji-tetapkan layaknya berfoya-foya, egoisme tinggi, uforia dan membiarkan hawa nafsu mengendalikannya. Selain itu, anugerah yang bisa dinikmati di alam baka, yaitu ujian. Secara jelas tampak terasa asam garam, namun tidak bagi mereka yang memiliki kejernihan pemahaman. Mereka senantiasa berprasangka baik kepada Zat yang maha Pemberi tanpa tebang pilih.

Oleh karenanya, kengerian paling mengerikan adalah ketika bentuk syukur ditagih sebab kenikmatanNya sudah dinikmati. Sementara, permohonan maaf dan taubat sering ditunda seakan-akan ajal bisa tentukan semaunya kapan waktu yang tepat untuk kembali padaNya. Padahal, Sangat boleh jadi ajal berpulang pada saat dalam kondisi ingkar. Sangat mengerikan. Wallahu a'lam

 

Ach Yani el-Rusyd

Santri Pesantren Luhur Bayt al-Hikmah Kepanjen Malang, Sedang menekuni Tasir Tematik