• 23 Dec, 2024

Meneladani Tragedi karbala : 10 Muharrom

Meneladani Tragedi karbala : 10 Muharrom

Nerassuara.com- Setiap memasuki  bulan Muharrom , terdapat banyak peristiwa -peristiwa sejarah setidaknya ada kurang lebih 12 peristiwa sejarah diantara salah satunya yakni  "Perang Karbala"  ini .Perangini  terjadi ketika Sayyid Husain bin Ali berusia sekitar 58tahun tepatnya terjadi  pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriyah (10 Oktober 680 Masehi) di kota Karbala, Irak. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam karena melibatkan tragedi yang menyayat hati umat islam  khususnya juga bagi kaum syiah .Tidakkah umat Islam menjadikan tonggak sejarah sebagai pembelajaran dan keteladan yang ada dalam kisah tersebut.

Latar Belakang Perang Karbala

Perang Karbala bermula dari perselisihan suksesi kepemimpinan dalam umat Islam setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Mulanya muawiyah menuntut ali agar segera mengusut pembunuh utsman bin affan .Karena Ali belum juga bertindak dengan alasan situasi masih memanas, Muawiyah melakukan pemberontakan dan berusaha untuk merongrong serta merebut kursi kekhalifahan. Konflik kedua kubu ini terus berlanjut dan diwariskan kepada pemerintahan selanjutnya.

Pada waktu Yazid bin Muawiyah naik tahta terdapat pemberontakan dan perselisihan besar .Perselisihan tersebut melibatkan dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendukung Yazid bin Muawiyah sebagai penguasa berikutnya dan kelompok yang menentangnya di bawah pimpinan Imam Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW

Namun, perselisihan ini berubah menjadi tragedi besar ketika pasukan Yazid mengepung Imam Husain dan keluarganya di Karbala. Pasukan Yazid yang jauh lebih besar, menghadapinya dengan cara yang tidak manusiawi, sehingga terjadi pertempuran sengit yang berakhir dengan syahidnya Imam Husain dan 72 pengikutnya, termasuk wanita dan anak-anak.

Kesabaran dalam Menghadapi Cobaan

Salah satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari perang Karbala adalah nilai kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ujian hidup. Imam Husain dan para pengikutnya menunjukkan ketabahan dan ketegaran jiwa meskipun mereka berhadapan dengan pasukan yang lebih besar dan persis di tengah padang pasir yang tandus dan tandus. Meskipun tahu bahwa akhirnya mereka akan menghadapi kematian, mereka tetap teguh memegang prinsip kebenaran dan menolak tunduk pada kezaliman.

Keadilan sebagai Prinsip Utama

Perang Karbala juga menunjukkan betapa pentingnya keadilan dalam kepemimpinan dan berperan sebagai prinsip utama dalam hidup. Imam Husain menolak untuk mengakui kekuasaan yang zalim dan menegaskan pentingnya berdiri di pihak kebenaran. Tindakan dan sikapnya mencerminkan keberanian untuk menghadapi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, bahkan jika itu berarti harus mengorbankan nyawa.

Kesetiaan pada Nilai-nilai Mulia

Dalam perang Karbala, kesetiaan menjadi tema yang kuat. Imam Husain dan para pengikutnya tetap setia pada ajaran Islam dan nilai-nilai mulia yang diyakini mereka. Meskipun berhadapan dengan ancaman besar, mereka tidak pernah melupakan tujuan mulia mereka dalam menghadapi kesulitan. Kesetiaan ini mencakup kesetiaan pada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan prinsip-prinsip agama Islam yang mengajarkan cinta dan perdamaian.

Kesimpulan

Perang Karbala merupakan peristiwa bersejarah yang mengajarkan banyak pelajaran berharga untuk kita semua. Tragedi ini menunjukkan nilai-nilai kesabaran, keadilan, dan kesetiaan yang patut untuk kita teladani dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengenang perang Karbala, kita diingatkan untuk berani berdiri di pihak kebenaran, tidak takut menghadapi cobaan hidup, dan selalu setia pada nilai-nilai mulia yang kita yakini. Musibah yang menimpa Sayyid Husain ra merupakan syahid yang menunjukkan penambahan kemuliaan dan derajat disiNya serta kepergiannya menyusul derajat tinggi ahlu bait.

Imam Al-Ghazali berpesan agar kita menjauhi cara-cara dan bid'ah kelompok Rafidhah dalam mengenang peristiwa 10 Muharram di Karbala, yaitu meratap, menangis, atau bahkan melukai diri karena itu bukan akhlak orang yang beriman. Seandainya cara-cara itu disyariatkan, niscaya hari kematian Rasulullah saw lebih layak diperingati demikian. (Al-Ghazali, 2019 M/1440 H: 312).

Semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa tragis ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita agar menjadi individu yang lebih sabar, adil, dan setia pada nilai-nilai kebenaran.

Wallahu a'lam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Marita Restyani

Santri Alkhoirot Putri Mahasiswa Ibnu Sina malang