Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan, bagi peranannya dimasa datang.
Pendidikan merupakan proses terbentuknya mindset dan proses berfikir secara sistematis. Lalu siapakan orang yang wajib mengenyam pendidikan?
Seluruh negara-negara di dunia, baik yang masuk dalam golongan negara adidaya, negara maju, negara ketiga/berkembang dan negara terbelakang tidak dapat dipungkiri bila setiap warga negaranya akan membutuhkan pendidikan, karena disadari atau tidak pendidikan adalah sumber utama atau tolak ukur apakah negara tersebut dapat mensejahterakan rakyatnya, dapat melindungi serta memenuhi segala kebutuhan warga negaranya baik itu dalam mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.
Perguruan tinggi bukan termasuk program wajib 12 tahun belajar, jika kuliah dimasukkan program wajib belajar maka akan menambah beban negara.
Undang –undang dasar tidak pernah membatasi hak masyarakat untuk mendapat pendidikan, selama ada keinginan untuk belajar selama itu juga pemerintah harus menjalankan kewajiban.
Akhir –akhir ini dunia mahasiswa dihebohkan dengan naiknya biaya UKT , parahnya ada mahasiswa yang dilaporkan ke kepolisian hanya karna mengkritik Rektor Kampus tentang mahalnya biaya UKT.
Biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang tinggi sering kali menjadi topik yang kontroversial dalam konteks pendidikan tinggi. Di satu sisi, biaya yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi banyak calon mahasiswa yang memiliki keterbatasan finansial, yang pada gilirannya dapat menghambat akses mereka untuk mendapatkan pendidikan tinggi yang berkualitas.
Ini bisa menjadi masalah serius karena dapat membatasi kesempatan bagi individu untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Padahal siapa pun boleh dan dapat kesempatan untuk belajar, tidak pandang dia siapa.
Di sisi lain, biaya UKT yang tinggi sering kali diperlukan untuk menjaga keberlanjutan keuangan perguruan tinggi dan memastikan bahwa mereka dapat menyediakan fasilitas dan layanan yang berkualitas untuk mahasiswa mereka.
Hal ini dapat mencakup pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pembayaran gaji staf pengajar, dan pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Prof Tjitjik Sri Tjahjandarie, Ph.D, Plt. Sekretaris Jendral Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Mengatakan “ Sebenarnya ini tanggungan biayayang harus dipenuhi agar penyelenggara pendidikan itu memenuhi standar mutu, tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education .Jadi bukan wajib belajar”. Lanjutnya menurut Tjitjik, lulusan SMA atau sederajat yang ingin masuk perguruan tinggi merupakan pilihan dari individu tersebut.Jadi tidak bisa digratiskan.
Dalam beberapa kasus, perguruan tinggi mungkin memiliki pendekatan yang inovatif dalam mengatasi biaya UKT yang tinggi, seperti menyediakan beasiswa berbasis kebutuhan atau kemitraan dengan industri untuk mendukung pendanaan pendidikan mahasiswa.
Meski yang terjadi saat ini beasiswa banyak yang tidak tersalurkan dengan benar, dan tidak tepat sasarn bahkan beberapa mahasiswa penerima bantuan KIP memiliki gaya hidup hedon. Namun demikian, tantangan finansial tetap menjadi faktor yang signifikan, dan solusi yang inovatif sering kali perlu ditemukan untuk mengatasi masalah ini tanpa mengorbankan kualitas pendidikan.
Pada akhirnya, perguruan tinggi harus mencari keseimbangan antara memastikan keberlanjutan finansial mereka dan memberikan akses pendidikan yang setara bagi semua calon mahasiswa.
Terus berinovasi dalam pendekatan pendanaan dan memberikan dukungan bagi mahasiswa yang membutuhkan adalah kunci untuk mengatasi hambatan biaya yang tinggi dalam pendidikan tinggi. Kami berharap pemerintah dapat mengkaji ulang biaya UKT rutin setahun sekali agar tidak memberatkan mahasiswa.